Bandung, GarduBerita - Kesadaran pihak sekolah adalah kunci utama penerapan program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB). Setelahnya, program optimalisasi harus dilakukan melalui simulasi mitigasi dengan melibatkan seluruh sekolah, mulai dari siswa, guru hingga staf tata usaha.
"Artinya, ada langkah pencegahan yang harus diselesaikan sudah ada kesadaran. Seharusnya belum sempurna, minimal sekolah harus sudah terfokus dengan alat pertanggungan. Seperti, alat pemadam api ringan (apar) yang ditempatkan di titik-titik tertentu," tutur Wakil Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 5 Bandung, Eka Harijanto saat ditemui di ruangannya, Jln. Belitung No. 8, Kota Bandung, Rabu (8/1/2020).
Eka adalah penggagas terlindungan simulasi mitigasi bencana di SMAN 5 Bandung dan merupakan pendidik yang pernah diikuti Kelompok Diskusi Fokus (GDF) yang digagas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tentang Mitigasi Bencana di Sekolah.
Setelah muncul kesadaran, lanjut Eka, langkah yang harus dilanjutkan selanjutnya adalah adanya pembiasaan yang digagas oleh sekolah. Pembiasaan ini bisa dimulai dari hal kecil, seperti memberitakan cuaca hari ini bagi para siswa untuk menyisipkan bahan mitigasi bencana di berbagai peluang.
Langkah selanjutnya, yaitu persiapan secara berkala terhadap sarana dan prasarana di sekolah. "Misalnya, mengecek ada kebocoran enggak di ruang kelas dan lihat kondisi kabel listrik, termasuk hentikan kontak," ucapnya.
Ketiga, diadakan simulasi. Eka disetujui, hal ini penting karena praktik yang lebih mudah diserap dan dipahami oleh siswa dibandingkan hanya memberikan materi satu arah. "Kalau dalam teori pendidikan, kan yang lebih diserap otak itu yang dilakukan (praktik) daripada hanya mendengarkan," katanya.
Program Penerapan tersebut, tambah Eka, akan berjalan maksimal jika diiringi sosialisasi yang masif oleh Dinas Pendidikan Jawa Barat. Selain itu, harus ada kerja sama yang dijalankan dengan pihak-pihak terkait, seperti BPBD dan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan bencana di kabupaten / kota. *