BANDUNG - Maraknya reklame yang terpampang di sudut-sudut Kota Bandung kerap menjadi keluhan dari masyarakat karena mulai mendegradasi estetika. Bahkan beberapa di antaranya ternyata berdiri secara ilegal.
Pengamat Kebijakan Publik, Rusli K. Iskandar menyebutkan, penegakan regulasi reklame tak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Mulai dari pemerintah kota (pemkot), DPRD, hingga Ikatan Pengusaha Reklame Kota Bandung (IPRKB) harus menjadi satu kesatuan dalam menjalankan regulasi ini.
"Saya melihat belum ada benang merah. Masing-masing masih berdiri sendiri. Kalau ada sesuatu yang tidak tertib, mustinya itu selesai di peraturan daerah (perda)," sebut Rusli, Selasa 29 Agustus 2023 di kantor PRfm.
Menurutnya, seharusnya Perda bisa menyelesaikan masalah reklame. Jangan lebih banyak dialihkan ke peraturan wali kota (Perwal). Sebab dari 28 pasal yang terdapat dalam Perda reklame, 16 di antaranya diberikan kewenangan ke perwal.
"Perwal tidak boleh melewati apa yang diatur Perda. Asas hukumnya kebijakan tidak boleh melewati peraturan. Peraturan yang dibuat DPRD itu harusnya mewakili kepentingan rakyat. Saya ingin Pemkot, DPRD, dan IPRKB itu menjadi satu kesatuan dalam menegakkan regulasi reklame ini," ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Plh Wali Kota Bandung, Ema Sumarna menyampaikan, regulasi reklame telah diatur pada Perda nomor 4 tahun 2012 yang telah diganti ke Perda nomor 2 tahun 2017.
Ia menjelaskan, reklame merupakan salah satu jenis mata pajak dari 9 jenis mata pajak yang menjadi kewenangan Kota Bandung. Reklame termasuk jenis mata pajak yang penerapannya "official assessment" dan ketentuannya langsung ditetapkan pemerintah.
"Selain potensi pendapatan, reklame harus jadi bagian media informasi kepada masyarakat, bisa juga sebagai promosi yang dilakukan pemerintah. Reklame juga harus jadi bagian dari estetika kota," ujarnya
Ema mengakui, jika di beberapa ruas jalan ditemukan reklame ilegal yang masih aktif. Bahkan, jumlah reklame ilegal di Kota Bandung mencapai lebih dari 600.
Padahal dari sisi pendapatan, reklame masih jauh dari real potensi. Ema menyebutkan, pendapatan dari pajak reklame paling besar pernah mencapai Rp37 miliar.
"Padahal PAD kita secara keseluruhan itu Rp3,5 triliun. Beberapa ruas jalan yang masih banyak ditemukan reklame ilegal itu ada di Jalan Banda, Sunda, Riau, Kosambi, Naripa, Sukajadi," akunya.
Ia menambahkan, Pemkot Bandung sangat membutuhkan partisipasi masyarakat untuk mengawasi reklame mana saja yang melanggar aturan.
"Ini merupakan hak masyarakat untuk mengetahui berbagai regulasi dan ikut mengawasi. Kami sangat mengapresiasi jika masyarakat turut mengawasi. Satpol PP sering kami tegur untuk terus maju menertibkan," tegasnya.
Salah satunya 16 reklame ilegal di Jalan Wastukancana yang akhirnya ditertibkan karena ilegal dan melanggar aturan.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Bandung, Tedy Rusmawan menjelaskan, detail penerapan teknis Perda reklame yang diresmikan memang diserahkan ke Perwal agar lebih objektif untuk menata kota semakin lebih baik.
"Ini juga menghindari kepentingan-kepentingan sesaat. Jika semua didetailkan dalam Perda, akan terlalu tarik ulur pembahasannya. Kalau teknisnya diserahkan ke Perwal, ada dinamika kota yang bisa segera direspon," kata Tedy.
Melanjutkan dari Tedy, Ketua Komisi A DPRD Kota Bandung, Rizal Khairul berharap, saat pohon besi bando muncul, para pengusaha reklame perlu menyertakan barcode legalitas.
"Sehingga ketika dipindai terlihat ada izinnya atau tidak. Jadi perizinannya terintegrasi. DPRD, Pemkot, asosiasi pengusaha reklame, hingga masyarakat juga bisa lihat," usul Rizal.
Sebab menurutnya, sering kali reklame yang berizin malah dirusak dengan reklame ilegal. Oleh karena itu, ia berharap agar asosiasi pengusaha reklame juga bisa membantu Pemkot untuk menginformasikan mana reklame yang ilegal dan tidak.
Merespon pendapat tersebut, Ketua Ikatan Pengusaha Reklame Kota Bandung (IPRKB), Wid Sunarya mengakui, ada pengusaha yang memasang reklame tidak sesuai regulasi. Namun, kebanyakan di luar dari anggota IPRKB.
"Kalau anggota yang melanggar, kami berikan pengertian sehingga mereka legowo. Contohnya saat ada penertiban reklame di Jalan R.E Martadinata tahun 2017," ucap Wid.
Ia mengaku, pihaknya telah mencoba memberikan kontribusi terbaik untuk pemerintah. Bahkan, dengan biaya sendiri mereka rela membongkar reklame di zona yang memang tidak boleh ada reklame.
"Seperti di Jalan Diponegoro dan Siliwangi. Lalu di Jalan Asia Afrika ada di dua JPO yang dibongkar. Satu di dekat kantor pos dan satu lagi di simpang lima," ungkapnya.
Ia mengatakan, akan terus mendorong rekan-rekan IPRKB untuk menaati regulasi yang berlaku serta menginformasikan kepada pemkot jika menemukan papan reklame ilegal.